Kemunculan UU ITE yang menjadi Cyber Law di Indonesia, diharapkan dapat melindungi baik masyarakat selaku konsumen jasa perbankan maupun industri perbankan itu sendiri. Sebagai Undang-Undang yang menjadi dasar hukum bagi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan media elektronik termasuk mengenai kegiatan transfer dana secara elektronik, maka keberadaan UU ITE dalam menunjang kelancaran sistem pembayaran menjadi sangat penting dan sangat besar kontribusinya dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi. Dalam transaksi-transaksi yang merupakan hubungan keperdataan, UU ITE ini merupakan dasar hukum dari penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam transaksi elektronik, sehingga akan menghapuskan keraguan masyarakat dalam melakukan transaksi secara elektronik.
Sedangkan dalam kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana,
UU ITE menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana
elektronik dan komputer. Selain itu dalam konteks kepentingan keamanan kawasan, baik regional maupun internasional, UU ITE ini juga melengkapi undang-undang terorisme dan undang-undang tindak pidana
pencucian uang, khususnya dalam rangka pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan remittance (pengiriman uang) sebagaimana direkomendasikan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Hal ini sejalan pula dengan ratifikasi terhadap International Convention for the Supression of Terrorism Bombing,
perbankan/keuangan, penerbit kartu1997 dan International Convention for the Supression of the Financing of Terrorism, 1999, yang telah disahkan dengan UU No. 6 Tahun 2006. UU ITE memberikan perlindungan hukum terhadap lembaga kredit/kartu pembayaran dan lembaga keuangan lainnya, termasuk data bank sentral dari kemungkinan gangguan dan ancaman kejahatan elektronik, yang dilakukan dengan mengkriminalisasi setiap penggunaan dan akses yang dilakukan secara tanpa hak, antara lain berupa illegal access, illegal interception, data interference, system interference, computer related forgery, computer related fraud, dan misuses of devices. Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap integritas sistem yang telah dibangun dengan alokasi sumber daya yang cukup besar tersebut maka ancaman hukuman pidana atas perbuatan dimaksud relatif tinggi untuk memberikan deterrent effect terhadap tindak kejahatan elektronik (cybercrime) tersebut. Disamping itu ancaman hukuman diberikan atas dasar hukuman maksimum, yang dilakukan dengan mempertimbangkan tingkatan (gradasi) atas perbuatan yang dilakukan, kerugian yang ditimbulkan dan obyek (sistem elektronik) yang dituju.
Sedangkan dalam kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana,
UU ITE menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana
elektronik dan komputer. Selain itu dalam konteks kepentingan keamanan kawasan, baik regional maupun internasional, UU ITE ini juga melengkapi undang-undang terorisme dan undang-undang tindak pidana
pencucian uang, khususnya dalam rangka pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan remittance (pengiriman uang) sebagaimana direkomendasikan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Hal ini sejalan pula dengan ratifikasi terhadap International Convention for the Supression of Terrorism Bombing,
perbankan/keuangan, penerbit kartu1997 dan International Convention for the Supression of the Financing of Terrorism, 1999, yang telah disahkan dengan UU No. 6 Tahun 2006. UU ITE memberikan perlindungan hukum terhadap lembaga kredit/kartu pembayaran dan lembaga keuangan lainnya, termasuk data bank sentral dari kemungkinan gangguan dan ancaman kejahatan elektronik, yang dilakukan dengan mengkriminalisasi setiap penggunaan dan akses yang dilakukan secara tanpa hak, antara lain berupa illegal access, illegal interception, data interference, system interference, computer related forgery, computer related fraud, dan misuses of devices. Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap integritas sistem yang telah dibangun dengan alokasi sumber daya yang cukup besar tersebut maka ancaman hukuman pidana atas perbuatan dimaksud relatif tinggi untuk memberikan deterrent effect terhadap tindak kejahatan elektronik (cybercrime) tersebut. Disamping itu ancaman hukuman diberikan atas dasar hukuman maksimum, yang dilakukan dengan mempertimbangkan tingkatan (gradasi) atas perbuatan yang dilakukan, kerugian yang ditimbulkan dan obyek (sistem elektronik) yang dituju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar