Senin, 24 Mei 2010

Metode Pelatihan Sistem

White Box Testing
Pengujian white box (glass box) adalah pengujian yang didasarkan pada pengecekan terhadap detil perancangan, menggunakan struktur kontrol dari desain program secara procedural untuk membagi pengujian ke dalam beberapa kasus pengujian. Penentuan kasus uji disesuaikan dengan struktur system, pengetahuan mengenai program digunakan untuk mengidentifikasikan kasus uji tambahan. Tujuan penggunaan white box untuk menguji semua statement program.

Penggunaan metode pengujian white box dilakukan untuk :
{1} memberikan jaminan bahwa semua jalur independen suatu modul digunakan minimal satu kali,
(2) menggunakan semua keputusan logis untuk semua kondisi true atau false,
(3) mengeksekusi semua perulangan pada batasan nilai dan operasional pada setiap kondisi., dan
(4) menggunakan struktur data internal untuk menjamin validitas
jalur keputusan.

Black Box Testing
Pengujian black box merupakan pendekatan komplementer dari teknik white box, karena pengujian black box diharapkan mampu mengungkap kelas kesalahan yang lebih luas dibandingkan teknik white box. Pengujian black box berfokus pada pengujian persyaratan fungsional perangkat lunak, untuk mendapatkan serangkaian kondisi input yang sesuai dengan persyaratan fungsional suatu program.

Yang Bertanggung Jawab

Teknisi dan System Administrator adalah seseorang yang harus memelihara (maintain) sistem komputer yang berbeda pengoperasian dan penanganannya beserta sarana pendukungnya.
Supervisor / direct personal adalah jabatan yang sangat strategis dalam suatu organisasi. Ia memiliki peran ganda. Di satu sisi ia adalah pemimpin yang harus membimbing, memotivasi dan mengendalikan karyawan. Di sisi lain, ia adalah wakil manajemen yang harus mempertanggungjawabkan semua tugas yang diberikan pada bagiannya. Karena itulah, seorang supervisor dituntut bukan hanya menguasai keterampilan teknis, tetapi juga keterampilan hubungan antar manusia. Training ini akan memberikan pengetahuan dan pedoman para supervisor dalam melaksanakan tugasnya.
General Manager atau Manajer umum adalah manajer yang memiliki tanggung jawab seluruh bagian / fungsional pada suatu perusahaan atau organisasi. Manajer umum memimpin beberapa unit bidang fungsi pekerjaan yang mengepalai beberapa atau seluruh manajer fungsional. Pada perusahaan yang berskala kecil mungkin cukup diperlukan satu orang manajer umum, sedangkan pada perusahaan atau organisasi yang berkaliber besar biasanya memiliki beberapa orang manajer umum yang bertanggung-jawab pada area tugas yang berbeda-beda.



User training plan
User training plan adalah pelatihan seluruh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhanya dalam melakukan sesuatu yang akan dikerjakan meliputi :
• Kelas
• Tutorial

Modul Pelatihan
Modul pelatihan ini akan membantu dalam mempelajari cara menggunakan sebuah perangkat lunak perencanaan/pemodelan meliputi :
• Materi Pelatihan
• Bantuan Pelatihan Computer-based

Topik untuk pelatihan
• Penggunaan System
• Konsep Umum Komputer
• Konsep Sistem Informasi
• Konsep Pengorganisasian
• Manajemen Sistem
• Instalasi Sistem

Metode Pelatihan
Metode pelatihan adalah proses untuk melatih pengguna dalam penggunaan proses bisnis baru dan fitur serta fungsi sistem baru dengan tujuan pengembangan kompetensi untuk menjamin keberhasilan operasional sistem baru. alur atau tata cara untuk menjelaskan mengapa metode pelatihan harus dipilih dengan hati-hati agar sesuai dengan tujuan dari satu sesi dan sesuai dengan profil pelatihan. Metoda pelatihan ini meliputi beberapa bagian seperti :

Resident expert adalah sebuah pelatihan yang membutuhkan tenaga ahli pada suatu bidang.

Computer-aided instruction adalah suatu tehnik pelatihan yang menggunakan instruksi-instruksi terprogram untuk melakukan suatu pelatihan perancangan dan perekaan dengan dibantu oleh computer dengan sistem yang terkomputansi.

Formal courses adalah pelatihan yang dilakukan dengan cara formal yang mencakup muatan proses pembelajaran yang bersifat teori dan diskusi yang dilaksanakan didalam sebuah pelatihan secara formal untuk beberapa orang sekaligus.

Software help components adalah sebuah perangkat lunak yang membantu mengeksekusi instruksi dalam sebuah program kemudian membantu mengambil bentuk instruksi dalam sebuah komponen. Komponen terpadu dalam sistem yang dirancang untuk pelatihan dan troubleshooting sistem.

Tutorials adalah layanan bantuan dalam sebuah pembelajaran untuk membantu kelancaran proses dalam sebuah pelatihan. berisi petunjuk dan latihan untuk pengajaran dan pengembangan kompetensi pengguna dalam penggunaan sistem. Petunjuk latihan dan tutorial ini dapat dilengkapi oleh basis data yang menggunakan data riil.

Interactive training manuals adalah bentuk kombinasi antara pelatihan tutorials dan Computer-aided instruction.

External sources, such as vendors adalah vendor penyedia jasa pelatihan kursus dan bentuk pelatihan lain.

Metodologi Umum Pelaksanaan Proyek Sistem Informasi
Pengembangan sebuah sistem informasi dalam sebuah perusahaan dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek (project management). Lepas dari berbagai variasi proyek-proyek teknologi informasi yang ada – seperti pembuatan aplikasi, penerapan perangkat lunak, konstruksi infrastruktur jaringan, dan lain sebagainya – metodologi yang dipergunakan secara umum adalah sama. Setidak-tidaknya ada enam buah tahapan yang harus dilalui: perencanaan, analisa, desain, konstruksi, implementasi, dan pasca implementasi. Masing-masing konsultan atau para praktisi teknologi informasi biasanya memiliki variasinya masing-masing yang secara prinsip tidak lepas dari keenam langkah metodologi di atas.

Minggu, 23 Mei 2010

Globalisasi, Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial

Globalisasi : Proses yang Adil?
Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.
Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya, memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama perdagangan dan kebijakan industri. Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat, menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.
Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.
Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.
Teknologi Informasi (TI)
Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang.
Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.
TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal –dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang lalu—ketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce “hanya” memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.
Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu.
Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama –yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation), dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%).
TI yang Mendorong Perubahan Sosial?
Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah penduduk. Angka ini masih sangat kecil jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial.
Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat “Kudatuli” –kerusuhan dua puluh tujuh juli—yang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi. Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil “jumawa” dalam episode jatuhnya Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya dikoordinasikan dengan memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI, secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang bermakna di Indonesia yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya.
Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres 96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI. Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom. Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI.
Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat –tapi bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa gagasan “pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan” sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide “The Third Way Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola.
Pilihan Strategi Pemanfaatan TI
TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti.
Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi.
Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang “tahan banting” –sudah teruji dalam krisis ekonomi—maka pengusaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam memanfaatkan TI untuk melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal, sumber daya manusia dan keahlian.
Kedua, adanya infrastruktur perangkat keras ataupun lunak. Dalam hal ini, pemerintah harus mempunyai visi yang jelas. Dulu Indonesia pernah mempunyai konsep Nusantara 21, yang sebenarnya sudah diresmikan penggunaannya pada akhir 1996. Konsep ini harus diakui meniru konsep Singapore One, dan juga Malaysia Supercoridor. Implementasinya pun saat itu sudah ada, yaitu dengan banyak munculnya wasantara.net, hasil kerjasama antara PT Telkom dan PT Pos dan munculnya banyak ISP. Tapi konsep Nusantara 21 terhenti dan terganggu karena krisis ekonomi dan politik. Sekarang, konsep ini sebenarnya bisa dilanjutkan lagi karena embrionya sudah muncul di masyarakat yang berupa ISP, warnet dan lain-lain. Mungkin ini akan lebih mudah karena dulu Nusantara 21 itu sebuah proyek menara gading yang di bawahnya masih kosong. Nah, sekarang tinggal pemerintahnya. Adakah visi ke sana?

Antara Lulusan TI dan TI Otodidak

Banyak calon pelamar kerja di bidang teknologi informasi (TI) yang punya nilai akademis bagus. Namun anehnya, para pelamar ini banyak juga yang dianggap belum mampu menjawab kebutuhan perusahaan.
Fakta ini terungkap dalam ajang kesempatan pencarian kerja yang di gelar JobsDB Career Expo 2010 di Sasana Budaya Ganesha, Tamansari, Bandung.
Menurut Ahmad Bagus Santoso, Human Resource Departement PT Indocyber Global Teknologi “Banyak pelamar tidak seperti yang kita harapkan. Kita sering kecewa,”
Kekecewaan perusahaan disebabkan banyaknya pencari kerja yang hanya bagus secara akademis. Namun saat diuji pengetahuan dasarnya, justru banyak yang tidak bisa.
“IPK (indeks prestasi)-nya tinggi, bagus secara kualifikasi. Tapi saat ditanya hal yang dasar, yang menurut kami mereka mengusainya, mereka tidak bisa. Dan banyak yang seperti ini”.
Faktor ini disebabkan mutu lulusan perguruan tinggi yang cenderung instan. Kurikulum yang ada di kampus sering kali tidak mengikuti kebutuhan industri, khususnya untuk bidang TI.
Di lain sisi malah yang tidak pernah mengecap pendidikan TI secara akademis malah bisa bersaing dengan yang lulusan TI. Mereka ini yang saya sebut dengan Otodidak IT Skill. Belajar TI hanya dengan membaca dan mencari sendiri ilmu secara mandiri yang bermodalkan praktik mandiri dan bertanya maupun membaca materi Ti dari berbagai sumber. Malah mereka pun sangat menguasai hal-hal dasar jika ditanya.
Dan jarang kita jumpai seorang yang tidak pernah belajar TI di pendidikan akademisnya bisa bersaing dengan yang lulusan TI dunia kerja pada saat sekarang ini.

Benarkah Teknologi Informasi akan banyak Menggusur Lapangan Kerja?

Jika berkaca pada sejarah, banyak sekali ramalan yang menyebutkan bahwa mesin-mesin baru akan mengakibatkan pengangguran masal. Pada awal abad ke 19, para buruh di Inggris dikejutkan oleh munculnya mesin-mesin perkakas dan mesin pemintal yang menggoncangkan kehidupan mereka. Pada dasawarsa 1930-an, automatisasi pabrik dituding sebagai yang mengakibatkan munculnya antrian panjang pencari kerja. Pada dasawarsa 1940-an, seorang pionir dalam bidang komputasi berkebangsaan Amerika, Norbert Weiner, meramalkan bahwa komputer akan menciptakan pengangguran dalam skala besar yang sulit dibayangkan akibatnya. Dan sekarang, lagi-lagi diramalkan bahwa akan terjadi banyak pengangguran di masa depan karena peran-peran angkatan kerja banyak yang diambil alih oleh robot dan komputer. Bahkan mereka yang merasa telah beruntung dengan pekerjaan yang telah dimiliki sekarang, merasa menghadapi suatu masa tidak aman takut kehilangan kerja, serta gaji yang kian rendah.
Jika semata-mata hanya sejarah yang dijadikan patokan, mereka pasti keliru. Sebagai ilustrasi, meskipun telah terjadi kemajuan teknologi yang luar biasa selama lebih dari 2 abad yang lalu, tetapi lapangan kerja dan pendapatan riil juga selalu tumbuh dengan kontinyu. Lapangan kerja dan standar kehidupan telah meningkat pesat karena kemajuan teknologi. Amerika yang merupakan negara paling maju dalam bidang teknologi, memiliki tingkat laju pengangguran yang paling rendah diantara negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development, organisasi negara-negara industri maju). Seorang pengamat perkembangan teknologi berkebangsaan Amerika, Jeremy Rifkin, mengajukan argumentasi di dalam bukunya yang berjudul The End of Work (diterbitkan oleh GP Putnam's Sons), bahwa 3 dari 4 jenis lapangan kerja di Amerika, termasuk kerja kantoran, dapat diautomatisasikan. Beliau memperkirakan bahwa pada pertengahan abad 21, beratus juta pekerja akan menjadi pengangguran secara permanen. Memang betul bahwa berjuta lapangan kerja akan dihancurkan oleh kemajuan teknologi, tetapi ini hanya berlaku pada masa lebih dari 200 tahun yang lalu. Pada masa itu pun, jenis-jenis lapangan kerja yang telah musnah akan selalu tergantikan oleh munculnya jenis-jenis lapangan kerja yang lain, sehingga total pekerjapun akan tetap tumbuh berkembang sejalan dengan meningkatnya populasi. Sebagai contoh, manakala pekerjaan pande besi menghilang, tidak lama kemudian muncul lapangan pekerjaan mekanik mobil yang tidak ada sebelumnya.

Aspek-Aspek Tinjauan Pelanggaran Kode Etik Profesi IT

Aspek-Aspek Tinjauan Pelanggaran Kode Etik Profesi IT

1. ASPEK TEKNOLOGI
Semua teknologi adalah pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk tujuan baik dan jahat. Contoh teknologi nuklir dapat memberikan sumber energi tetapi nuklir juga enghancurkan kota hirosima.
Seperti halnya juga teknologi kumputer, orang yang sudah memiliki keahlian dibidang computer bias membuat teknologi yang bermanfaat tetapi tidak jarang yang melakukan kejahatan.

2. ASPEK HUKUM
Hokum untuk mengatur aktifitas di internet terutama yang berhubungan dengan kejahatan maya antara lain masih menjadi perdebatan. Ada dua pandangan menganai hal tersebut antara lain:
1. Karakteristik aktiofitas di internet yang bersifat lintas batas sehingga tidak lagi tunduk pada batasan2 teritorial
2. system hokum tradisiomal (The Existing Law) yang justru bertumpu pada batasan2 teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan2 hukum yang muncul akibat aktifitas internet.

Dilema yang dihadapi oleh hokum tradisional dalam menghadapi fenomena2 cyberspace ini merupakan alas an utama perlunya membentuk satu regulasi yang cuku akomodatif terhadap fenomena2 baru yang muncul akibat pemanfaatan internet. Aturan hokum yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk memenuhi jebutuhan hokum (the legal needs) para pihak yang terlibat di dalam transaksi2 lewat internet.

Hukum harus diakui bahwa yang ada di Indonesia sering kali belum dapat menjangkau penyelesaian kasus2 kejahatan computer. Untuk itu diperlukan jaksa yang memiliki wawasan dan cara pandang yang luas mengenai cakupan teknologi yang melatar belakangi kasus2 tersebut. Sementara hukum2 di Indonesia itu masih memiliki kemampuan yang terbatas didalam penguasaan terhadap teknologi informasi.

3. ASPEK PENDIDIKAN
Dalam kode etik hacker ada kepercayaan bahwa berbagi informasi adalah hal yang sangat baik dan berguna, dan sudah merupakan kewajiban (kode etik) bagi seorang hacker untuk membagi hasil penelitiannya dengan cara menulis kode yang open source dan memberikan fasilitas untuk mengakses informasi tersebut dan menggunakn peralatan pendukung apabila memungkinkan. Disini kita bias melihat adanya proses pembelajaran.

Yang menarik dalam dunia haker yaitu terjadi strata2 atau tingkatan yang diberikan oleh komunitas hacker kepada seseorang karena kepiawaiannya bukan karena umur atau senioritasnya.

Untuk memperoleh pengakuan atau derajat seorang hacker mampu membuat program untuk ekploit kelemahan system menulis tutorial/ artikel aktif diskusi di mailing list atau membuat situs web, dsb.

4. ASPEK EKONOMI
Untuk merespon perkembangan di Amerika Serikat sebagai pioneer dalam pemanfaatan internet telah mengubah paradigma ekonominya yaitu paradigma ekonomi berbasis jasa (From a manufacturing based economy to service – based economy). Akan tetapi pemanfaatan tknologi yang tidak baik (adanya kejahatan didunia maya) bias mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit di Indonesia ada 109 kasus yang merupakan predikat PRAUD (Credit Card) korbannya 80% adalah warga AS.

5. ASPEK SOSIAL BUDAYA
Akibat yang sangat nyata adanya cyber crime terhadap kehidupan social budaya di Indonesia adalah ditolaknya setiap transasi di internet dengan menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia. Masyarakat dunia telah percaya lagi dikarenakan banyak kasus credit card PRAUD yang dilakukan oleh netter asal Indonesia.

Cyber Crime : perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan terhadap teknologi computer dan telekomunikasi